Apa hukum orang yang bersumpah dengan nama Allah dalam keadaan marah bahwa dia tidak akan melakukan sesuatu, tetapi dia lalu melakukannya?
Al-Lajnah ad-Daimah lil Buhuts al-‘Ilmiyah wal Ifta menjawab sebagai berikut.
“Apabila dia bersumpah dalam keadaan emosi yang memuncak hingga tidak menyadari apa yang dia ucapkan atau tidak dapat menguasai dirinya, kemudian dia melanggar sumpahnya tersebut; tidak ada kewajiban kafarat baginya.
Namun, apabila marahnya itu ringan dan dia dapat menguasai dirinya; dia wajib menunaikan kafarat sumpahnya.”
Manakah yang lebih utama bagi wanita muslimah, menunaikan kewajibannya dalam rumah tangga dan mengurusi suaminya ataukah memusatkan waktunya untuk menuntut ilmu dan menyerahkan urusan rumah kepada pembantu? Berilah fatwa kepada kami. Semoga Allah membalasi dengan kebaikan.
Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah menjawab sebagai berikut.
“Ya, seorang muslimah wajib tafaqquh (mendalami) agamanya sesuai dengan kadar kemampuannya. Namun, berkhidmah (memberikan pelayanan) kepada suami, menaatinya, mendidik anak-anaknya adalah kewajiban yang besar sehingga tidak patut diabaikan.
Agar kedua kewajiban ini dapat ditunaikan bersamaan, seorang muslimah hendaknya menyempatkan satu waktu dalam sehari walaupun sejenak untuk taklim (belajar ilmu agama). Atau dia menyempatkan waktu setiap harinya untuk membaca kitab ilmu. Adapun waktu yang tersisa, dia gunakan untuk rutinitas harian rumah tangganya.
Apabila dia mampu melakukan hal ini, berarti dia tidak meninggalkan tafaqquh fid-din (belajar agama) sekaligus tidak meninggalkan kewajiban rumah tangga dan mengurusi anak-anaknya. Dengan demikian, dia tidak perlu menyerahkan anak-anaknya kepada pembantu. Dia bisa menunaikan kewajibannya secara seimbang. Ada waktunya dia belajar walaupun sejenak, dan ada waktu yang cukup untuk mengurusi urusan rumah tangganya.”