Saudariku muslimah… semoga Allah subhanahu wa ta’ala merahmatimu.
Menempuh hari demi hari dalam perjalanan hidup kita, tentunya tak dapat bertumpu pada kemampuan dan kekuatan kita sendiri, karena manusia merupakan makhluk yang lemah.
“Dan manusia diciptakan dalam keadaan lemah.” (an-Nisa`: 28)
Kita membutuhkan kekuatan dan pertolongan Allah subhanahu wa ta’ala, kita butuh rahmat-Nya, kita butuh segalanya dari Allah subhanahu wa ta’ala. Untuk itu semua, tentunya kita butuh berdoa kepada-Nya dalam rangka menyampaikan hajat-hajat kita, dalam keadaan kita yakin Dia Dzat Yang Maha Mengetahui.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah) sesungguhnya Aku dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi segala perintah-Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku agar mereka selalu berada dalam kelurusan.” (al-Baqarah: 186)
“Berdoalah kalian kepada-Ku niscaya Aku akan mengabulkan permohonan kalian.” (Ghafir: 60)
Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah menyatakan dalam tafsirnya, Allah subhanahu wa ta’ala tidak akan menolak permintaan orang yang berdoa, dan tidak ada sesuatu pun yang menyibukkan Dia dari memperhatikan doa hamba-Nya, bahkan Dia Maha Mendengar doa. Di sini ada penekanan, dorongan dan anjuran untuk berdoa, karena doa itu tidaklah disia-siakan di sisi Allah subhanahu wa ta’ala. (Tafsir Al-Qur`anil ‘Azhim, 1/284)
Allah subhanahu wa ta’ala pasti mendengarkan dan mengabulkan doa kita. Ini adalah satu keyakinan yang harus kita tumbuhkan di dalam jiwa sehingga kita selalu husnuzhan (berbaik sangka) kepada-Nya. Kepastian ini dipertegas lagi dengan hadits-hadits Rasulullah n berikut ini:
“Sesungguhnya Allah ta’ala malu bila seorang hamba membentangkan kedua tangannya untuk memohon kebaikan kepada-Nya, lalu Ia mengembalikan kedua tangan hamba itu dalam keadaan hampa/gagal.” (HR. Ahmad (5/438), dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahihul Jami’ no. 1757)
“Tidak ada seorang muslim pun yang berdoa kepada Allah U dengan satu doa yang tidak ada di dalamnya dosa dan pemutusan silaturahmi, kecuali Allah memberikan kepadanya dengan doa tersebut salah satu dari tiga perkara: Bisa jadi permintaannya disegerakan, bisa jadi permintaannya itu disimpan untuknya di akhirat nanti, dan bisa jadi dipalingkan/dihindarkan kejelekan darinya yang sebanding dengan permintaannya.”
Ketika mendengar penjelasan seperti itu, para shahabat berkata: “Kalau begitu kita akan memperbanyak doa.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Allah lebih banyak lagi yang ada di sisi-Nya (atau pemberian-Nya).” (HR. Ahmad 3/18, dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahihul Jami’ no. 5714)
Dalam hadits di atas jelas sekali apa yang dinyatakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa Allah subhanahu wa ta’ala pasti akan mengabulkan permintaan hamba-Nya selama doa yang dipanjatkan tidak mengandung dosa atau pemutusan silaturahim. Kalaupun permintaan yang dipinta tidak dikabulkan Allah subhanahu wa ta’ala, hal ini karena Dia Maha Tahu apa yang terbaik bagi si hamba. Bisa jadi permintaan itu disimpan untuk diberikan kelak di akhirat sehingga si hamba bisa memetik buah dari doanya ketika di dunia, ataupun dengan doa tersebut si hamba dihindarkan dari kejelekan.
Dengan demikian tidak ada ruginya seorang hamba meminta kepada Rabbnya Yang Maha Pemurah. Bahkan semestinya seorang hamba selalu menghadapkan permintaannya kepada Rabbnya di setiap waktu dan keadaan. Jangan ia biarkan ada sesuatu yang menghalanginya untuk menyampaikan hajat kepada Rabbnya. Orang yang selalu berdoa kepada Allah subhanahu wa ta’ala berarti dia akan selalu mengingat-Nya. Siapa yang selalu ingat kepada Allah subhanahu wa ta’ala maka Allah subhanahu wa ta’ala pun akan mengingatnya, sebagaimana disebutkan dalam hadits qudsi berikut ini:
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: “Aku menurut persangkaan hamba-Ku terhadap-Ku, dan Aku bersamanya ketika ia mengingat (berdzikir) kepada-Ku. Jika ia mengingat-Ku dalam dirinya, Aku pun mengingatnya dalam Diriku. Jika ia mengingat-Ku di tengah orang banyak, Aku pun mengingatnya di tengah kelompok yang lebih baik dari mereka (yakni para malaikat,-pent.)” (HR. Al-Bukhari no. 7405, kitab At-Tauhid, bab Qaulullahi Ta’ala: Wa Yuhadzdzirukumullahu Nafsahahu, dan Muslim no. 6746, kitab Adz-Dzikr wad Du’a wat Taubah wal Istighfar, bab Al-Hatstsu ‘ala Dzikrillah Ta’ala)
Allah subhanahu wa ta’ala pun telah memerintahkan dalam firman-Nya :
“Ingatlah kalian (berdzikirlah) kepada-Ku maka Aku pun akan mengingat kalian.” (al-Baqarah: 152)
Cukuplah penjelasan di atas untuk membuat kita rindu untuk selalu berdoa kepada-Nya, untuk selalu mengingat-Nya.
Namun mungkin masih terlintas “sebuah tanya” di benak kita akan adanya doa yang selalu kita pinta tetapi sampai saat ini belum ada tanda-tanda dikabulkan. Padahal kita merasa kebaikan semata yang dipinta. Kenapa bisa demikian?
Penjelasan Al-Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah rahimahullah berikut ini mungkin bisa kita jadikan renungan. Beliau berkata: “Demikian pula doa. Doa merupakan sebab terkuat untuk menolak kejelekan dan (sebab untuk) mendapatkan apa yang diinginkan. Akan tetapi terkadang pengaruhnya luput untuk diperoleh. Bisa jadi karena lemahnya doa tersebut di mana keberadaan doa itu tidak dicintai oleh Allah subhanahu wa ta’ala disebabkan di dalamnya mengandung permusuhan. Bisa jadi karena lemahnya hati orang yang berdoa dan ia tidak menghadapkan diri sepenuhnya kepada Allah subhanahu wa ta’ala, juga tidak memperhatikan waktu berdoa. Jadilah doa tersebut seperti busur yang sangat lemah, karena anak panah yang keluar darinya melesat dengan lemah. Bisa jadi pula doa tersebut tidak dikabulkan karena ada perkara-perkara yang menghalanginya seperti makan dari yang haram, adanya kedzaliman, hati yang penuh titik hitam karena dosa, kelalaian dan syahwat yang mendominasi.” (Ad-Da`u wad Dawa`, hal. 9)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda :
“Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Allah itu Maha Baik, Dia tidak menerima kecuali yang baik (halal). Sungguh Allah telah memerintahkan kepada kaum mukminin dengan apa yang diperintahkan-Nya kepada para rasul. Dia berfirman: “Wahai para rasul, makanlah kalian dari yang baik-baik (halal) dan beramal shalihlah, sesungguhnya Aku Maha Mengetahui terhadap apa yang kalian amalkan.” Dia pun berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, makanlah kalian dari yang baik-baik (halal) dari apa yang telah Kami rizkikan kepada kalian dan bersyukurlah kalian kepada Allah jika memang hanya kepada-Nya kalian beribadah.” Kemudian Rasulullah menyebutkan seorang lelaki yang telah menempuh perjalanan yang panjang, dalam keadaan kusut masai lagi berdebu. Ia memben-tangkan kedua tangannya ke langit seraya berdoa: “Wahai Rabbku, wahai Rabbku!” Sementara makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan ia diberi makan dari yang haram, lalu dari mana doanya akan dikabulkan?” (HR. Muslim no. 2343 kitab Az-Zakah, bab Qabulush Shadaqah minal Kasbith Thayyib)
Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata: “Hadits ini menunjukkan bahwa minuman, makanan, pakaian dan semisalnya, sepantasnya berasal dari yang halal murni tanpa ada syubhat. Siapa yang ingin berdoa maka dia sepantasnya lebih memperhatikan hal ini daripada hal lainnya.” (Al-Minhaj Syarhu Shahih Muslim, 7/102)
Dengan demikian, bila kita mendapatkan ada doa kebaikan yang kita panjatkan belum juga dikabulkan sepantasnya kita introspeksi diri dan menelaah. Adakah hal-hal yang menghalangi terijabahnya doa? Sudahkah kita memperhatikan adab-adab dalam berdoa dan waktu-waktu mustajabah?
Edisi depan, Insya Allah, kita coba membahasnya. Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.
Ditulis oleh: Al-Ustadzah Ummu Ishaq Zulfa Husein Al-Atsariyyah