Kata Wahabi[1] sudah tidak begitu asing di telinga kita, terlebih dengan maraknya aksi terorisme. Kerap kali aksi terorisme dikait-kaitkan dengan wahabi, termasuk baru-baru ini pascapeledakan bom bunuh diri di depan Gereja Katedral Makassar pada 15 Sya’ban 1442 H/28 Maret 2021. Seolah-olah wahabi adalah pintu masuk terorisme. Benarkan tuduhan tersebut? Apa itu Wahabi? Siapakah Wahabi itu? Bagaimana hakikat dakwah Wahabi?
Berikut ini beberapa penjelasan ringkas (dengan beberapa penyesuaian) yang disarikan dari keterangan Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz yang disampaikan oleh beliau dalam beberapa kesempatan yang berbeda. Perlu diketahui, Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz adalah Mufti Agung Kerajaan Arab Saudi sekaligus Ketua Komite Ulama Besar Kerajaan Arab Saudi pada masanya.
Wahabi adalah nisbah kepada Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab bin Sulaiman bin Ali at-Tamimi al-Hanbali (wafat pada 1206 H). Beliau adalah seorang dai yang mendakwahkan agama Allah. (Lihat at-Ta’rif bi ad-Da’wah Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab)
Mereka adalah orang-orang yang mengikuti (dakwahnya) Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab bin Sulaiman bin Ali at-Tamimi al-Hanbali. (Lihat at-Ta’rif bi al-Wahhabiyyah)
Kata “wahabi” (dalam kaidah bahasa Arab, -pent.) berarti nisbah kepada ayah dari Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab (yang bernama Abdul Wahab). Jadi, penisbahan yang benar (dalam kaidah bahasa Arab, -pent.) seharusnya adalah ‘muhammadiyyah’, bukan ‘wahhaabiyyah’. Sebab, nama beliau adalah Muhammad, (bukan Abdul Wahab).[2] Akan tetapi, orang-orang yang membenci dan memusuhi dakwah beliau, merekalah yang menyematkan gelar tersebut. (Nur ‘ala ad-Darb rekaman no. 681)
Istilah ini (Wahabi) adalah gelar yang disematkan oleh orang-orang yang membenci para pengikut Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab. Bisa jadi, pihak-pihak yang menyematkan gelar tersebut adalah orang-orang yang belum mengetahui hakikat dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab yang sebenarnya. Boleh jadi pula, mereka sudah mengetahuinya, tetapi pura-pura bodoh karena sebab-sebab tertentu, seperti kepentingan duniawi atau tendensi politik. (Lihat Maa ar-Rad ‘ala al-Qaul bianna Ahl as-Su’udiyyah Wahhabiyyun)
Mereka menjuluki para pengikut Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab dengan istilah Wahabi untuk membuat takut dan menjauhkan umat dari dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab dan para pengikutnya. Padahal, hakikat dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab dibangun di atas al-Haq (kebenaran) dan petunjuk. Oleh karena itu, hendaknya orang-orang yang telah memahami hal ini, merenunginya. Kemudian, menerangkan dan menjelaskan kepada umat bahwa Wahabi itu bukanlah mazhab kelima[3]. Demikian pula Wahabi bukanlah suatu agama yang baru. (Lihat Maa ar-Rad ‘ala al-Qaul bianna Ahl as-Su’udiyyah Wahhabiyyun)
Hakikat dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab adalah mengajak manusia untuk menauhidkan Allah dan berpegang teguh dengan ajaran Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, serta dakwah kepada ajaran para salafush shalih dari kalangan sahabat Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan yang menapaki jejak para sahabat dengan ihsan.
Hakikat dakwah beliau adalah dakwah salafi. Dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab adalah dakwah Ahlus Sunnah wal Jamaah, yaitu mengajak manusia kepada akidah dan metode beragama para salaf. Beliau mengajak manusia untuk menauhidkan Allah, ikhlas dalam beribadah, meninggalkan perbuatan menyembah berhala, patung, kubur, dan yang semisalnya.
Tidak lain dan tidak bukan, seperti inilah hakikat dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab (yakni tidak ada yang ditutup-tutupi, -pent.). Akan tetapi, sangat disayangkan, sebagian manusia tidak memahami hal ini. Demikian pula sebagian manusia hanya taklid kepada pihak-pihak yang tidak memahami hakikat dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab. (Lihat Maa ar-Rad ‘ala al-Qaul bianna Ahl as-Su’udiyyah Wahhabiyyun)
Syaikh berkata, “Nasihatku kepada setiap muslim, hendaknya dia bertakwa kepada Allah. Demikian pula, hendaknya setiap muslim bersungguh-sungguh mencari al-Haq (kebenaran) dengan disertai dalilnya; bukan dengan cara taklid, bukan pula ikut-ikutan perkataan orang yang jahil atau pembebeknya. Namun, hendaknya didasari dalil.
(Jika ingin mengetahui hakikat ajaran wahabi), hendaknya dia mempelajari kitab-kitab mereka atau pendapat-pendapat mereka dalam Durar as-Saniyah. Adapun kitab-kitab mereka, contohnya seperti Fathul Majid, Kitabut Tauhid, Taisir al-‘Aziz al-Hamid, dan kitab-kitab wahabi lainnya serta bantahan-bantahan ilmiah mereka.
(Teruslah mempelajarinya) sampai benar-benar memahami hakikat dakwah wahabi, bahwa dakwah mereka berada di atas al-Haq (kebenaran) dan petunjuk. Demikian pula dakwah mereka adalah mengajak umat untuk menauhidkan Allah dan berpegang teguh dengan syariat-Nya, serta meninggalkan segala sesuatu yang dilarang oleh Rasul-nya shallallahu alaihi wa sallam.” (Nubdzah ad-Da’wah as-Salafiyyah Wa Hayah Syaikh Muhammad bin Abdil Wahab)
Saudaraku, kaum muslimin rahimakumullah.
Apabila kita sudah memahami penjelasan ringkas di atas, masihkah relevan pertanyaan, “Benarkah Wahabi adalah pintu masuk terorisme?”
Untuk menjawabnya, tentu kita perlu mengetahui ciri-ciri dan ideologi teroris. Kemudian, kita bandingkan, apakah ada ciri tersebut pada dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab?
Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan hafizhahullah menjelaskan,
“Kelompok teroris Khawarij, memiliki tiga prinsip ideologi:
Beliau sangat berhati-hati dalam masalah mengkafirkan suatu pihak. Dakwah beliau memang bukan dakwah yang mengkafirkan kaum muslimin.
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab berkata, “Tuduhan bahwa saya mengkafirkan kaum muslimin secara umum adalah salah satu kebohongan musuh-musuh. Dengan tuduhan itu, mereka hendak menghalangi umat dari dakwah ini.” (ad-Durar as-Saniyah fi al-Ajwibah an-Najdiyah 1/72)
Beliau juga berkata, “Kami tidak mengkafirkan, kecuali dalam kesalahan yang disepakati oleh para ulama, yaitu (kesalahan/pelanggaran) pada dua kalimat syahadat.” (ad-Durar as-Saniyah fi al-Ajwibah an-Najdiyah 1/102)
Hal ini sangat berbeda dengan kelompok-kelompok radikal dan teroris. Mereka sangat serampangan dalam mengkafirkan kaum muslimin. Sebab, memang akidah dan ideologi kelompok-kelompok ini adalah akidah Khawarij, yang mengkafirkan (takfir) kaum muslimin di luar kelompok/golongannya.
Ketika menerangkan prinsip yang kedua dan ketiga dari enam landasan yang agung dalam beragama (al-Ushul as-Sittah), Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab menjelaskan,
Landasan kedua: Allah memerintahkan untuk bersatu dalam beragama dan melarang dari berpecah-belah di dalamnya… dst.
Landasan ketiga: Sungguh, di antara (faktor penyebab) sempurnanya persatuan (umat) adalah mendengar dan menaati pemimpin (pemerintah) kita walaupun pemimpin tersebut seorang budak dari negeri Habasyah (Etiopia).
Ada sebuah opini yang dijadikan alasan untuk menuduh dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab mengajarkan terorisme atau pintu masuk terorisme: Para teroris juga memiliki dan mempelajari buku-buku karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab.
Saudaraku, kaum muslimin rahimakumullah.
Jika kita mengedepankan cara berpikir ilmiah dan menjauhi sikap fanatisme, tentu jawabannya sangatlah mudah. Semoga Allah senantiasa memberikan hidayah dan taufik-Nya kepada kita semua.
Mari kita perhatikan dengan baik masalah ini. Dalam berbagai pemikiran dan aksinya, para teroris juga berdalil dengan Al-Qur’an dan hadits. Apakah kemudian dikatakan bahwa Al-Qur’an dan hadits mengajarkan terorisme?
Para teroris juga mempelajari kitab-kitab mazhab Syafi’i. Mereka mempelajari dan mengajarkan kitab Riyadhush Shalihin karya an-Nawawi dan Bulughul Maram karya Ibnu Hajar al-Asqalani. Apakah kemudian dikatakan bahwa kedua ulama tersebut mengajarkan terorisme? Atau mazhab Syafi’i mengajarkan terorisme? Tentu saja tidak.
Kesalahan bukan terletak pada Al-Qur’an atau hadits, bukan pula pada kitab-kitab ulama Ahlus Sunnah. Inti kesalahannya ada pada pemahaman dan pengamalan para teroris tersebut. Bisa jadi, mereka tidak memahami maknanya dengan benar, atau menafsirkan dan mengaplikasikannya tidak sesuai dengan makna yang benar, atau mengambil yang dianggap cocok dan membuang yang dianggap tidak cocok.
Faktanya, pemikiran takfir tidak mereka peroleh dari Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab. Sebab, beliau sangat berhati-hati dalam masalah mengkafirkan suatu pihak. Dakwah beliau memang bukan dakwah yang mengkafirkan kaum muslimin.
Baca juga: Hujah Lemah Paham Takfiriyah
Seandainya saja para teroris tersebut jujur ketika mempelajari buku-buku karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab melalui para ulama salafi atau para ulama wahabi, kemudian dia ikhlas mengamalkannya, biidznillah, justru dia akan bertobat dari paham terorismenya. Bahkan, biidznillah, dia akan menjadi seorang muslim yang sangat antiterorisme.
Semoga Allah memberikan kita ilmu yang bermanfaat dan melindungi kita dari ilmu yang tidak bermanfaat.
Saudaraku, kaum muslimin rahimakumullah.
Sudah sepatutnya kita banyak introspeksi diri. Mengapa aksi-aksi terorisme selalu saja dikait-kaitkan dengan Wahabi? Apa sebenarnya sebab dakwah yang dicap oleh para pembencinya dengan label “Wahabi”—yang sebenarnya adalah dakwah tauhid dan sunnah—banyak didiskreditkan dan dipandang negatif di negeri ini?
Ya Allah, berikanlah kami hidayah dan petunjuk sehingga kami bisa menimbang segala sesuatu dengan ilmiah.
Saudaraku, kaum muslimin rahimakumullah.
Marilah kita berpikir jernih. Jangan serta-merta tudingan dan vonis dari pihak-pihak yang asal menuduh tanpa disertai bukti dan dalil, membuat kita ikut-ikutan membenci atau membuat orang lain lari dari dakwah yang mulia ini. Bertakwalah kepada Allah. Hendaknya kita selalu teliti dan mengedepankan sikap ilmiah.
Ingatlah, segala sesuatu yang kita ucapkan, akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah kelak pada hari kiamat. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَلَا تَقۡفُ مَا لَيۡسَ لَكَ بِهِۦ عِلۡمٌۚ إِنَّ ٱلسَّمۡعَ وَٱلۡبَصَرَ وَٱلۡفُؤَادَ كُلُّ أُوْلَٰٓئِكَ كَانَ عَنۡهُ مَسُۡٔولًا
“Janganlah engkau mengikuti sesuatu yang engkau tidak memiliki ilmunya. Sesungguhnya pendengaran, pengelihatan, dan kalbu; semua itu akan diminta pertanggungjawabannya.” (al-Isra: 36)
Pertanyaan, “Wahai Syaikh yang mulia, semoga Allah memberimu taufik. Mengapa orang-orang yang mendakwahkan tauhid di berbagai tempat, dijuluki dengan Wahabi? Penyematan istilah tersebut sejak (zaman) Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab. Perlu diketahui, istilah ini (Wahabi) membuat manusia menjauh dari dakwah tauhid.”
Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan hafizhahullah menjawab,
“Tidak, demi Allah. (Istilah Wahabi) tidak membuat manusia menjauh. Justru istilah ini (Wahabi) membuat kita bangga (mulia). Walillahil hamd (segala puji hanya bagi Allah).
(Apabila) orang-orang yang mendakwahkan tauhid diberi gelar Wahabi, lalu orang-orang yang menyeru kepada kesyirikan, disematkan gelar apa? Jahili (nisbah kepada orang bodoh).
(Istilah Wahabi) justru membuat kita bangga (mulia). Biarkan saja mereka menjuluki Wahabi. Alhamdulillah. (Istilah Wahabi) ini adalah persaksian dari mereka bahwa dakwah Wahabi adalah dakwah kepada tauhid.
Pemilik Qashidah Lanjah[4] mengatakan,
إنْ كَانَ تَابِعُ أَحْمَدٍ مُتَوهِّبًا ***** فَلْيَشْهَدِ الثَّقَلَانِ أَنَّنِي وَهَّابِي
Seandainya pengikut Ahmad (yakni Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam) dinamakan Wahabi,
maka hendaklah jin dan manusia mempersaksikan bahwa aku adalah seorang Wahabi
Yang dimaksud Ahmad[5] di sini adalah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.
(Salah satu tanya jawab dalam pelajaran Syaikh Shalih al-Fauzan ad-Durr an-Nadhidh fi Ikhlash Kalimah at-Tauhid pada 29 Jumadilakhir 1432 H)
Baca juga: Permusuhan terhadap Dakwah Tauhid
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz berkata,
فَإِذَا دَعَوْتَ أَحدًا إِلَى التَّوْحِيْدِ وَنَهَيْتَهُ عَنِ الشِّرْكِ، فَقَالُوْا: الْوَهَّابِيَّة؛ فَقُلْ: نَعَمْ، أَنَا وَهَّابِيْ وَأَنَا مُحَمَّدِي أَدْعُوْكُمْ إِلَى طَاعَةِ اللهِ وَشَرَعِه، أَدْعُوْكُمْ إِلَى تَوْحِيْدِ اللهِ، فَإِذَا كَانَ مَنْ دَعَا إِلَى تَوْحِيْدِ اللهِ وَهِّابِيْ، فَأَنَا وَهَّابِيْ
Apabila engkau mendakwahi seseorang untuk menauhidkan (Allah) dan melarangnya dari (berbuat) syirik, lalu orang tersebut (justru) mengatakan (kepadamu), “(Engkau) Wahabi.”
Jawablah, “Ya, benar, aku adalah seorang Wahabi. Aku juga Muhammadi. Aku mendakwahi kalian untuk menaati Allah dan syariat-Nya. Aku mendakwahi kalian untuk menauhidkan Allah. Apabila orang yang mendakwahi (umat) untuk menauhidkan Allah dinamakan Wahabi, aku adalah seorang Wahabi.” (Maa Yaf’aluhu Man Yuttaham bil Wahhabiyyah Lida’watihi ila at-Tauhid wa Tark asy-Syirk)
Ya Allah, berilah kami petunjuk supaya kami bisa istiqamah di atas tauhid dan sunnah.
Para pembaca rahimakumullah, untuk lebih memahami apa itu wahabi dan bahasan terkait dengan hal tersebut; mohon berkenan membaca dan mencermati bahasan pada tautan berikut ini.
Siapakah Wahabi?
Tuduhan Negatif Terhadap Wahabi dan Arab Saudi
Arab Saudi dan Tuduhan Wahabi
Fatwa Ulama Arab Saudi tentang Radikalisme dan Terorisme
Sosok Pembaharu Bukanlah Pengacau Agama, Politikus, atau Pemberontak
[1] Penyebutan istilah “Wahabi” di sini, sekadar meminjam gelaran yang disematkan oleh pihak-pihak yang memusuhi dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab dan sudah terlanjur tersebar luas di masyarakat. Adapun hakikat dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab, bukanlah gerakan Wahabi, melainkan dakwah tauhid dan sunnah berdasarkan pemahaman salaf.
[2] Contoh mudahnya, misalkan ada seseorang bernama A bin B. Si B adalah ayah dari si A. Orang-orang yang mengikuti ajaran si A, tentu dinisbahkan kepada si A, bukan malah kepada si B.
[3] Mazhab yang masyhur ada empat: Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali. Adapun Wahabi, bukanlah suatu mazhab yang baru.
[4] Beliau adalah al-Allamah ‘Imran bin ‘Ali bin Ridhwan al-Haritsi asy-Syafi’i al-Farisi al-Linjiy rahimahullah (wafat 1280 H)
[5] Di antara nama Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam adalah Ahmad, sebagaimana dalam surah ash-Shaf: 6.