Di antara Asmaul Husna adalah al-Qahir (الْقَاهِرُ) dan al-Qahhar (الْقَهار).
Nama Allah subhanahu wa ta’ala al-Qahir tersebut dalam firman-Nya,
وَهُوَ ٱلۡقَاهِرُ فَوۡقَ عِبَادِهِۦۚ وَهُوَ ٱلۡحَكِيمُ ٱلۡخَبِيرُ
“Dan Dialah yang berkuasa atas sekalian hamba-hamba-Nya. Dan Dialah Yang Mahabijaksana lagi Maha Mengetahui.” (al-An’am: 18)
وَهُوَ ٱلۡقَاهِرُ فَوۡقَ عِبَادِهِۦۖ وَيُرۡسِلُ عَلَيۡكُمۡ حَفَظَةً حَتَّىٰٓ إِذَا جَآءَ أَحَدَكُمُ ٱلۡمَوۡتُ تَوَفَّتۡهُ رُسُلُنَا وَهُمۡ لَا يُفَرِّطُونَ
“Dan Dialah yang mempunyai kekuasaan tertinggi di atas semua hamba-Nya, dan Dia utus kepadamu malaikat-malaikat penjaga, sehingga apabila datang kematian kepada salah seorang di antara kamu, ia diwafatkan oleh malaikat-malaikat Kami, dan malaikat-malaikat Kami itu tidak melalaikan kewajibannya.” (al-An’am: 61)
Adapun nama Allah al-Qahhar disebutkan pada enam tempat di dalam Al-Qur’anul Karim. Di antaranya,
قُلۡ مَن رَّبُّ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ قُلِ ٱللَّهُۚ قُلۡ أَفَٱتَّخَذۡتُم مِّن دُونِهِۦٓ أَوۡلِيَآءَ لَا يَمۡلِكُونَ لِأَنفُسِهِمۡ نَفۡعًا وَلَا ضَرًّاۚ قُلۡ هَلۡ يَسۡتَوِي ٱلۡأَعۡمَىٰ وَٱلۡبَصِيرُ أَمۡ هَلۡ تَسۡتَوِي ٱلظُّلُمَٰتُ وَٱلنُّورُۗ أَمۡ جَعَلُواْ لِلَّهِ شُرَكَآءَ خَلَقُواْ كَخَلۡقِهِۦ فَتَشَٰبَهَ ٱلۡخَلۡقُ عَلَيۡهِمۡۚ قُلِ ٱللَّهُ خَٰلِقُ كُلِّ شَيۡءٍ وَهُوَ ٱلۡوَٰحِدُ ٱلۡقَهَّٰرُ
Katakanlah, “Siapakah Rabb langit dan bumi?” Jawabnya, “Allah.” Katakanlah, “Maka patutkah kamu mengambil pelindung-pelindungmu dari selain Allah, padahal mereka tidak menguasai kemanfaatan dan tidak (pula) kemudaratan atas diri mereka sendiri?” Katakanlah, “Adakah sama orang buta dan yang dapat melihat, atau samakah gelap gulita dan terang benderang; apakah mereka menjadikan beberapa sekutu bagi Allah yang dapat menciptakan seperti ciptaan-Nya sehingga kedua ciptaan itu serupa menurut pandangan mereka?” Katakanlah, “Allah adalah Pencipta segala sesuatu dan Dia-lah Rabb Yang Maha Esa lagi Mahaperkasa.” (ar-Ra’d: 16)
Arti nama Allah al-Qahir dan al-Qahhar ialah memiliki sifat al-qahr, yang bermakna menundukkan, mengalahkan. Kata al-qahr juga punya makna ‘mengazab dari atas’.
“Hanyalah Allah subhanahu wa ta’ala mengatakan dalam ayat (فَوْقَ عِبَادِهِ) ‘di atas hamba-hamba-Nya’ karena Allah subhanahu wa ta’ala menyifati diri-Nya bahwa Ia menundukkan mereka. Di antara sifat sesuatu yang menundukkan yang lain adalah ia berada di atasnya. Karena itu, makna firman-Nya adalah ‘Dan Allah-lah yang mengalahkan hamba-hamba-Nya dan menundukkan mereka’.”
Adapun al-Qahhar adalah bentuk mubalaghah dari kata al-Qahir. Bentuk kata ini memberi arti yang lebih mendalam pada sifat tersebut.
Baca juga: Mengenal Allah
“Al-Qahhar, Yang Maha Menundukkan seluruh alam semesta, baik yang atas maupun yang bawah. Dialah yang menundukkan segala sesuatu dan yang tunduk kepada-Nya seluruh makhluk. Hal itu karena keperkasaan-Nya dan kesempurnaan kemampuan-Nya. Tidaklah sesuatu terjadi dan tidaklah sesuatu tergerak kecuali dengan seizin-Nya. Apa yang Dia kehendaki pasti terjadi, sedangkan yang tidak Dia kehendaki, tidak akan terjadi. Semua makhluk membutuhkan-Nya. Semuanya lemah, tidak memiliki kekuasaan untuk memberi manfaat bagi dirinya manfaat ataupun mudarat, kebaikan ataupun kejelekan.
Sifat qahr pada-Nya menunjukkan bahwa Allah subhanahu wa ta’ala memiliki sifat Mahahidup, Mahaperkasa, dan Mahamampu. Tidak sempurna penundukan-Nya terhadap semua makhluk, kecuali dengan kesempurnaan sifat hidup-Nya, keperkasaan-Nya, dan kemampuan-Nya.”
Baca juga: Arti Nama Allah Al-Qadir
Nama Allah al-Qahhar yang terdapat dalam Al-Qur’an selalu beriringan dengan nama Allah al-Wahid, Yang Maha Esa. As-Sa’di rahimahullah menjelaskan hikmahnya,
“Sesungguhnya, tidak terdapat keesaan bersama dengan sifat menundukkan kecuali hanya milik Allah satu-satu-Nya. Sebab, setiap makhluk, pasti di atasnya ada makhluk lain yang menundukkannya. Di atas makhluk yang menundukkan itu, ada makhluk lain lagi yang menundukkannya dan lebih tinggi darinya.
Penundukan itu berakhir pada Yang Maha Esa lagi Maha Menundukkan. Maha Menundukkan dan Maha Esa adalah dua sifat yang saling terkait dan mesti ada pada Allah subhanahu wa ta’ala satu-satu-Nya. Jelaslah dengan dalil aqli bahwa semua yang disembah selain Allah subhanahu wa ta’ala tidak punya kemampuan untuk menciptakan makhluk sedikit pun. Karena itu, tidak benar ia diibadahi.” (Tafsir Surah ar-Ra’d: 16)
“Al-Qahhar tidak mungkin kecuali hanya satu. Sebab, apabila Dia memiliki tandingan yang sepadan lantas tidak mampu menundukkannya, dia tidak disebut qahhar (yang menundukkan) secara mutlak. Apabila Dia bisa menundukkannya, tidak ada yang sepadan dengan-Nya. Berarti, al-Qahhar tidak lain kecuali hanya satu.” (ash-Shawa’iq al-Mursalah, 3/1032 dinukil dari Fiqh al-Asma’ul Husna)
Di antara buah mengimani nama Allah al-Qahir dan al-Qahhar ialah ketundukan kita kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Kita harus menyadari kelemahan kita di hadapan-Nya. Hilangkan kesombongan, sifat congkak, dan takabur, yang akan membuahkan penentangan terhadap syariat Allah subhanahu wa ta’ala dan menolak aturan agama-Nya. Sadari kekurangan dan keterbatasan kemampuan kita, lalu tundukkan diri kita di hadapan-Nya dengan mematuhi segala aturan-Nya. Haturkan penghambaan diri kita kepada-Nya penuh ketundukan dengan menjalankan syariat-Nya.
Nama dan sifat Allah ini juga menunjukkan bahwa segala sembahan selain Allah subhanahu wa ta’ala tidak berhak diibadahi. Sebab, semuanya tunduk di hadapan Allah Yang Mahaperkasa, Yang Mahamulia, dan Yang Maha Menundukkan. Mahatinggi Allah, al-Qahhar.
Wallahu a’lam.