Kondisi vakum para utusan Allah subhanahu wa ta’ala dan jauhnya jarak antara nabi sebelum dan sesudahnya, ditambah para nabi dan rasul sebelumnya diutus hanya kepada kaum tertentu, menjadi ujian besar bagi hamba-hamba Allah subhanahu wa ta’ala. Allah Maha Mengetahui hikmah di balik itu semua. Karena ujian tersebut, manusia tidak sabar untuk memikulnya sehingga harus mencari langkah-langkah yang lain, tentunya sesuai dengan perilaku penduduk setempat.
Mereka memilih meninggalkan ajaran Nabi Ibrahim alaihis salam dan Ismail alaihis salam, yaitu tauhidullah. Kegelapan menyelimuti hidup mereka. Kedurjanaan merupakan perangai dan tabiat mereka. Suasana hidup menakutkan, kejam, beringas, zalim, dan sebagainya.
Iklim negeri tersebut yang cenderung panas karena negeri yang berbatuan, sedikit banyak tentu mewarnai perilaku, tabiat, serta budaya masyarakat. Bukan sebuah keanehan jika iklim demikian menjadikan masyarakatnya berwatak keras, kasar, suka berkelahi, merampok, membunuh, dan berlaku hukum rimba; yang kuat berkuasa dan yang lemah diinjak-injak serta menjadi budak piaraan.
Di sisi lain, masyarakatnya memiliki keahlian dalam berdagang. Mereka biasa berkelana dalam rentang waktu yang panjang serta harus menghadapi berbagai risiko untuk bisa lolos dan selamat membawa barang dagangan ke negeri tujuan, semisal Syam dan Yaman. Kemajuan mereka dalam perniagaan mendorong masyarakat untuk hidup berfoya-foya dan berpola hidup layaknya binatang.
Hidup mereka juga sangat kental dengan perdukunan. Bahkan, setiap perilaku mereka dalam bekerja, berdagang, bercocok tanam, membangun, melakukan perjalanan, dan sebagainya, tidak lepas dari pengaruh perdukunan.Warna hidup mereka demikian lekat dengan sebuah kekafiran dan kesyirikan yang ditandai dengan berdirinya sekitar 360 berhala yang mengelilingi Baitullah al-Haram.
Demikian gambaran hidup jahiliah sebelum diutusnya Rasulullah shallalahu alaihi wa sallam. Sungguh, mereka berada dalam kerugian dan dalam ambang kehancuran.
وَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ بِٱلۡبَٰطِلِ وَكَفَرُواْ بِٱللَّهِ أُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡخَٰسِرُونَ
“Dan orang-orang yang percaya kepada yang batil dan ingkar kepada Allah, mereka itulah orang-orang yang merugi.” (al-Ankabut: 52)
Bangsa Arab sebelum cahaya Islam datang terbagi menjadi dua: sebagian masih mengikuti agama sebelumnya, seperti Yahudi, Nasrani, dan Majusi; sebagian lagi berada dalam kelurusan agama Nabi Ibrahim alaihis salam dan Nabi Ismail alaihis salam, terutama di Hijaz, daerah Makkah al-Mukarramah.
Sampai kemudian muncul seseorang yang bernama ‘Amr bin Luhai al-Khuza’i. Konon dia adalah penguasa negeri Hijaz yang menampakkan diri sebagai ahli ibadah dan orang baik. Dia berangkat ke negeri Syam untuk berobat dan menjumpai penduduk Syam menyembah patung. Dia menganggap bahwa perbuatan ini adalah baik. Dia pun mencita-citakan agar hal serupa dilakukan pula di negeri Hijaz.
Peluang ini tidak disia-siakan oleh setan yang berusaha menunjukkan tempat terkuburnya tuhan-tuhan yang menjadi sesembahan kaum Nuh alaihis salam. Mereka mengeluarkan patung Wad, Suwa’, Yaguts, Ya’uq, Nasr, dan selainnya. Dengan ulah orang ini dan ditopang oleh setan, kesyirikan masuk ke negeri Hijaz dan negeri Arab lainnya. Lantas ajaran Nabi Ibrahim alaihis salam ditinggalkan. (Syarah Masail Jahiliyah, Syaikh Shalih al-Fauzan, hlm. 11 dan seterusnya)
Allah subhanahu wa ta’ala menyelamatkan hamba-hamba-Nya dengan mengutus Rasul-Nya yang terakhir kepada segenap manusia dan jin. Firman Allah subhanahu wa ta’ala,
لَقَدۡ مَنَّ ٱللَّهُ عَلَى ٱلۡمُؤۡمِنِينَ إِذۡ بَعَثَ فِيهِمۡ رَسُولاً مِّنۡ أَنفُسِهِمۡ يَتۡلُواْ عَلَيۡهِمۡ ءَايَٰتِهِۦ وَيُزَكِّيهِمۡ وَيُعَلِّمُهُمُ ٱلۡكِتَٰبَ وَٱلۡحِكۡمَةَ وَإِن كَانُواْ مِن قَبۡلُ لَفِي ضَلَٰلٍ مُّبِينٍ
“Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka al-Kitab dan al-Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (Ali ‘Imran: 165)
Ajaran yang beliau bawa sangat bertolak belakang dengan apa yang mereka yakini dan perbuat selama ini, serta bertentangan dengan adat istiadat mereka. Karena itu, mereka terang-terangan menolak, menentang, dan memusuhinya. Mereka juga meneror setiap orang yang mengikuti ajakan dan seruan beliau. Bahkan, mereka mengancam akan menyiksa siapa saja yang beriman.
Namun, usaha mereka mengalami kegagalan. Sebab, segala bentuk ancaman tidak memengaruhi keimanan para pengikut beliau. Yang terjadi justru sebaliknya, iman mereka bertambah kokoh. Mereka tidak pernah menduganya. Mereka pun mencoba untuk mengambil jalan pintas, yaitu membunuh Rasulullah shallalahu alaihi wa sallam. Menurut anggapan mereka, jika beliau tidak ada, akan berakhir pula riwayat cahaya Islam.
Sungguh, asumsi yang sangat salah dan keliru. Sebab, yang dibawa oleh Rasulullah shallalahu alaihi wa sallam bukan hasil rekayasa beliau, melainkan semata-mata dari Allah subhanahu wa ta’ala, Dia subhanahu wa ta’ala yang menjaga dan memeliharanya. Buktinya, setelah Rasulullah shallalahu alaihi wa sallam meninggal dunia, syariat Allah subhanahu wa ta’ala tetap terjaga dan terpelihara. Dakwah Islam terus berlangsung sehingga cahaya Islam benar-benar menyapa seluruh lapisan umat.
Kegelapan dan kejahilan sirna. Peninggalan para rasul sebelumnya, lebih-lebih Nabi Ibrahim alaihis salam dan Ismail alaihis salam , di Kota Suci menjadi tampak. Ajakan kepada tauhidullah pun menggema. Syiar tauhid melalui dakwah Rasulullah shallalahu alaihi wa sallam telah mengembalikan kesucian Baitullah yang sebelumnya ternodai oleh ratusan patung yang mengelilinginya.
Generasi demi generasi berganti. Dimulai dari tiga generasi utama, yaitu: generasi sahabat, kemudian tabi’in, dan tabiut tabi’in, mengambil bagian dalam menyebar risalah Allah subhanahu wa ta’ala sepeninggal beliau. Menyusul generasi setelah tiga generasi utama, semuanya mengambil bagian dalam penyebaran risalah sebagaimana datangnya.
Sampai kemudian memasuki generasi Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Beliau mengikuti jejak pendahulunya dalam mendakwahkan tauhidullah. Allah subhanahu wa ta’ala menjadikan hati manusia menerima ajakan beliau. Dakwahnya menyebar ke seluruh Jazirah Arab bahkan seluruh dunia sampai sekarang ini.
Hal ini mengundang kemarahan musuh-musuh Allah subhanahu wa ta’ala. Segala upaya telah mereka lakukan untuk memadamkan cahaya tauhid. Akan tetapi, mereka gagal total karena apa yang mereka lakukan harus berhadapan dengan kekuasaan Pemilik syariat, yaitu Allah subhanahu wa ta’ala.
وَكَذَٰلِكَ جَعَلۡنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا مِّنَ ٱلۡمُجۡرِمِينَۗ وَكَفَىٰ بِرَبِّكَ هَادِياً وَنَصِيراً ٣١ وَقَالَ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ لَوۡلَا نُزِّلَ عَلَيۡهِ ٱلۡقُرۡءَانُ جُمۡلَةٗ وَٰحِدَةً كَذَٰلِكَ لِنُثَبِّتَ بِهِۦ فُؤَادَكَۖ وَرَتَّلۡنَٰهُ تَرۡتِيلاً
Dan seperti itulah, telah Kami adakan bagi tiap-tiap nabi, musuh dari orang-orang yang berdosa. Dan cukuplah Rabbmu menjadi pemberi petunjuk dan penolong. Berkatalah orang-orang kafir, “Mengapa al-Qur’an itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?” Demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacakannya secara tartil (teratur dan benar). (al-Furqan: 31—32)
Rasulullah shallalahu alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللهَ يَبْعَثُ لِهَذِهِ الْأُمَّةِ عَلَى رَأْسِ كُلِّ مِائَةِ سَنَةٍ مَنْ يُجَدِّدُ لَهَا دِينَهَا
“Sesungguhnya Allah akan membangkitkan di tengah umat ini dalam setiap awal seratus tahun seseorang yang akan melakukan pembaruan terhadap agamanya.” (HR. Abu Dawud no. 4291 dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu anhu)
تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي ظَاهِرِينَ عَلَى الْحَقِّ لَا يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُ اللهِ وَهُمْ كَذَلِكَ
“Sekelompok umatku terus-menerus membela kebenaran dan tidak akan membahayakan mereka oleh siapa pun yang menghinakannya sampai datang keputusan Allah dan mereka tetap di atasnya.” (HR. Muslim no. 1920 dari sahabat Tsauban radhiyallahu anhu)
Orang yang masih bersih keyakinannya dan berjalan di atas fitrah kesuciannya tidak akan mengingkari dan ragu bahwa Arab Saudi, dengan segala kekurangan dan kelebihannya, adalah negara yang membela dakwah tauhid; berhukum dengan al-Qur’an dan as-Sunnah di atas pemahaman para pendahulu yang saleh dari kalangan sahabat radhiyallahu anhum. Sebaliknya, orang yang memiliki keyakinan yang rusak tentu akan memandang Arab Saudi dengan sinis, penuh kebencian, tudingan, dan tuduhan.
Kita ingin membuktikan bahwa Arab Saudi adalah pembela dakwah tauhid dan negara yang telah banyak berupaya menyelamatkan anak bangsanya dari segala praktik kesyirikan. Upaya Arab Saudi untuk menyelamatkan akidah kaum muslimin tidak hanya di negerinya, tetapi juga menebar ke seluruh dunia.
Konsistensinya membela dakwah tauhid tampak jelas melalui hal-hal berikut.
Arab Saudi adalah negara yang berlandaskan al-Qur’an dan as-Sunnah. Hal ini berkonsekuensi menerapkan segala bimbingan kedua undang-undang tersebut dalam tatanan kehidupan bernegara. Al-Qur’an dan as-Sunnah adalah undang-undang keadilan, menyamaratakan kedudukan di hadapan Allah subhanahu wa ta’ala antara raja dan rakyat, undang-undang keamanan, perlindungan kehormatan, darah, dan harta benda. Keduanya adalah undang-undang yang akan mengantarkan pada kenyamanan, kebahagiaan, dan kesejahteraan di dunia dan di akhirat.
Seorang yang beriman kepada Allah subhanahu wa ta’ala tentu akan mengakui bahwa dia tidak menemukan dan merasakan keamanan serta kenyamanan ketika berada di sebuah negara sebagaimana dia rasakan saat berkunjung ke Arab Saudi.
Sebagai pelayan Dua Tanah Suci, Arab Saudi telah melaksanakan amanat tersebut dengan sebaik mungkin. Arab Saudi telah mengeluarkan segala tenaga, upaya, dan biaya untuk memberikan kenyamanan bagi siapapun yang mengunjunginya. Negara memberikan fasilitas yang memadai tanpa pamrih sedikit pun. Negara menyediakan segala yang dibutuhkan bagi yang hendak mengunjunginya.
Lebih dari itu semua, Arab Saudi telah berupaya untuk melindungi Dua Tanah Suci dari berbagai praktik kesyirikan dan kebid’ahan dengan mengutus para juru nasihat yang akan mengingatkan dan membimbing mereka agar tidak melakukan praktik kesyirikan di setiap tempat. Terkhusus di kuburan Nabi Muhammad shallalahu alaihi wa sallam, kuburan Baqi’, kuburan para syuhada Uhud, dan tempat yang bernilai sejarah. Ini adalah upaya sangat besar yang dilakukan oleh Pemerintah Arab Saudi.
Dengan usaha membela dakwah tauhid dan menyebarkannya ke seluruh dunia, Arab Saudi benar-benar telah mendulang keberkahan dari sisi Allah subhanahu wa ta’ala. Ini berdasarkan nas-nas berikut.
وَلَوۡ أَنَّ أَهۡلَ ٱلۡقُرَىٰٓ ءَامَنُواْ وَٱتَّقَوۡاْ لَفَتَحۡنَا عَلَيۡهِم بَرَكَٰتٍ مِّنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلۡأَرۡضِ وَلَٰكِن كَذَّبُواْ فَأَخَذۡنَٰهُم بِمَا كَانُواْ يَكۡسِبُونَ
“Jikalau penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. Akan tetapi, mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (al-A’raf: 96)
وَعَدَ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مِنكُمۡ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ لَيَسۡتَخۡلِفَنَّهُمۡ فِي ٱلۡأَرۡضِ كَمَا ٱسۡتَخۡلَفَ ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِهِمۡ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمۡ دِينَهُمُ ٱلَّذِي ٱرۡتَضَىٰ لَهُمۡ وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّنۢ بَعۡدِ خَوۡفِهِمۡ أَمۡنٗاۚ يَعۡبُدُونَنِي لَا يُشۡرِكُونَ بِي شَيۡٔٗاۚ وَمَن كَفَرَ بَعۡدَ ذَٰلِكَ فَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡفَٰسِقُونَ
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa. Dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tidak mempersekutukan sesuatu pun dengan-Ku. Barang siapa (tetap) kafir sesudah (janji) itu, mereka itulah orang-orang yang fasik.” (an-Nur: 55)
ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَلَمۡ يَلۡبِسُوٓاْ إِيمَٰنَهُم بِظُلۡمٍ أُوْلَٰٓئِكَ لَهُمُ ٱلۡأَمۡنُ وَهُم مُّهۡتَدُونَ
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik). Mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (al-An’am: 82)
As-Sa’di rahimahullah berkata di dalam tafsirnya, “Allah subhanahu wa ta’ala menyebutkan perihal orang-orang yang mendustakan para rasul, mereka ditimpa berbagai malapetaka sebagai bentuk nasihat dan peringatan. Mereka diberi kebahagiaan sebagai bentuk pembiaran dari Allah subhanahu wa ta’ala (dalam kekafiran mereka) dan balasan tipu daya.
Allah subhanahu wa ta’ala menyebutkan bahwa apabila penduduk negeri beriman kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan sebenarnya di dalam hati mereka, lalu dibuktikan dalam amal nyata dan menggunakan ketakwaan dalam amal lahiriah dan batiniah mereka dengan meninggalkan segala apa yang diharamkan Allah subhanahu wa ta’ala , niscaya Allah subhanahu wa ta’ala akan membukakan untuk mereka keberkahan dari langit dan bumi.
Allah subhanahu wa ta’ala akan mengirim keberkahan dari langit terus-menerus, menumbuhkan penopang hidup dan binatang ternak bagi mereka di bumi, dalam kehidupan yang sejahtera dan limpahan rezeki yang banyak. Mereka menikmatinya tanpa kelelahan dan usaha yang memberatkan.
Kenyataannya, mereka tidak beriman dan tidak bertakwa maka Kami menghukum mereka karena perbuatan mereka sendiri. Kami menyiksanya dengan berbagai hukuman, mencabut berkah, dan menebar berbagai penyakit, padahal itu adalah akibat dari sebagian usaha mereka.
Jika Allah subhanahu wa ta’ala menyiksa mereka sebab dosa mereka, tentu tidak akan tersisa lagi makhluk yang melata di muka bumi ini.
ظَهَرَ ٱلۡفَسَادُ فِي ٱلۡبَرِّ وَٱلۡبَحۡرِ بِمَا كَسَبَتۡ أَيۡدِي ٱلنَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعۡضَ ٱلَّذِي عَمِلُواْ لَعَلَّهُمۡ يَرۡجِعُونَ
“Sungguh telah tampak kerusakan di daratan dan di lautan karena sebab apa yang telah dilakukan oleh manusia agar mereka merasakan apa yang mereka telah perbuat agar mereka kembali.” (ar-Rum: 41)