Pertanyaan:
Apakah Imam asy-Syafi’i melakukan qunut pada setiap shalat Subuh?
Tentang apakah Imam asy-Syafi’i melakukan qunut pada setiap shalat Subuh, wallahu a’lam, logikanya demikian. Sebab, sudah makruf dalam mazhab Syafi’i bahwa beliau berpendapat adanya qunut subuh walaupun bukan dalam keadaan nazilah (musibah yang menimpa sebagian kaum muslimin). Bahkan, dalam kitab al-Umm (1/156, karya Imam asy-Syafi’i rahimahullah) beliau sampai mengatakan, “Jika seseorang meninggalkan qunut dalam shalat Subuh, dia melakukan sujud sahwi.”
Namun, terlepas apakah Imam asy-Syafi’i rahimahullah melakukan qunut atau tidak, dalam masalah qunut Subuh, pendapat para ulama yang lebih rajih adalah tidak disunnahkan melakukan qunut pada shalat Subuh kecuali ada nazilah.
Baca juga: Hukum Qunut Subuh
Dalilnya adalah hadits Anas bin Malik radhiallahu anhu,
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ لَا يَقْنُتُ إِلَّا إِذَا دَعَا لِقَوْمٍ أَوْ دَعَا عَلَى قَوْمٍ
“Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tidaklah melakukan qunut kecuali apabila beliau hendak mendoakan keselamatan atau kejelekan bagi suatu kaum.” (HR. Ibnu Khuzaimah no. 620)
Dalam hadits Anas bin Malik radhiallahu anhu yang lain, beliau berkata,
قَنَتَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَهْرًا، بَعْدَ الرُّكُوعِ يَدْعُو عَلَى أَحْيَاءٍ مِنَ الْعَرَبِ
“Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah melakukan qunut selama satu bulan setelah rukuk, mendoakan kejelekan atas beberapa perkampungan bangsa Arab, kemudian beliau berhenti (dari qunut).” (HR. al-Bukhari no. 4089 dan Muslim no. 677)
Baca juga: Peristiwa Bi’r Ma’unah dan Awal Mula Qunut Nazilah
Adapun hadits yang menyebutkan bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam selalu melakukan qunut dalam shalat Subuh sampai wafat (HR. Ahmad 3/162 dari sahabat Anas bin Malik radhiallahu anhu) merupakan hadits yang dhaif (lemah). Bahkan, kata al-Hafizh Ibnu Rajab dalam kitab Fathul Bari, “Hadits tersebut mungkar.” (Lihat keterangan hadits no. 1002 dalam kitab tersebut)
Sa’d bin Thariq al-Asyja’i radhiallahu ‘anhu bertanya kepada ayahnya, “Wahai Ayah, sesungguhnya dirimu pernah shalat di belakang Nabi shallallahu alaihi wa sallam, Abu Bakr, Umar, Utsman, dan Ali. Apakah mereka melakukan qunut pada shalat Subuh?”
Ayahnya menjawab, “Wahai anakku, itu adalah muhdats (perkara baru yang diada-adakan).” (HR. an-Nasai 2/204, at-Tirmidzi no. 402, Ibnu Majah no. 1241, dan Ahmad 3/472 dengan sanad yang sahih sesuai dengan syarat hadits Muslim)
Baca juga: Perkara Baru dalam Sorotan Syariat
Alhamdulillah, ulama mengajari kita agar tidak taklid kepada mereka.
Alangkah indahnya ucapan Imam asy-Syafi’i rahimahullah, “Jika kalian menjumpai sesuatu dalam kitabku (ternyata) menyelisihi Sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, ambillah Sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Tinggalkan apa yang aku katakan.” (al-Majmu’ 1/63 karya an-Nawawi)
Imam asy-Syafi’i juga berkata, “Segala sesuatu yang aku ucapkan, kemudian ternyata hadits Nabi shallallahu alaihi wa sallam yang sahih berbeda dengan ucapanku, maka hadits Nabi shallallahu alaihi wa sallam lebih utama. Jangan kalian taklid kepadaku.” (at-Tarikh karya Ibnu ‘Asakir)
Di antara ucapan beliau pula, “Jika haditsnya sahih, itulah mazhabku.” (al-Majmu’ 1/63, karya an-Nawawi)
Baca juga: Ucapan Para Imam tentang Taklid
Masih banyak lagi ucapan beliau yang semakna dengan ini. Perkataan seperti ini serupa dengan ucapan tiga imam mazhab yang lainnya, Abu Hanifah, Malik, dan Ahmad rahimahumullah.
Wallahu a’lam bish-shawab.